Ekonomi – Nilai tukar petani atau NTP naik sebesar 0,49% pada November 2024, dibandingkan dengan Oktober 2024. Kenaikan didukung oleh tingginya kenaikan indeks yang diterima petani (it) ketimbang indeks yang dibayar petani (ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
“Nilai tukar petani pada November 2024 tercatat sebesar 121,29 atau naik 0,49% dibanding Oktober 2024,” kata Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti saat konferensi pers di kantor pusat BPS, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 0,86% menjadi 146,82. Sedangkan indeks yang dibayar petani hanya sebesar 121,04 dengan kenaikan sebesar 0,37%.
Indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan karena disumbang oleh baiknya harga-harga komoditas seperti kelapa sawit, bawang merah, karet, hingga tomat sayur. Hal ini mengakibatkan NTP Subsektor Hortikulutra mengalami kenaikan tertinggi sebesar 3,46% menjadi 112,32.
Seiring dengan naiknya NTP, Nilai Tukar Usaha Pertanian atau NTUP juga mengalami kenaikan, yakni sebesar 0,80% menjadi 123,77. NTUP merupakan indeks yang mengukur kecukupan biaya hidup petani tiap bulannya dengan mempertimbangkan it dan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal atau bppbm.
Kenaikan NTUP itu sendiri pun disebabkan naik pesatnya it sebesar 0,86% menjadi 146,82 dibandingkan dengan BPPBM yang hanya naik 0,06% menjadi 118,62 pada November 2024.
BPS mencatat, setidaknya 23 provinsi mengalami kenaikan NTP dan NTUP terjadi kenaikan di 25 provinsi. Wilayah tertinggi yang mengalami kenaikan NTP dan NTUP tertinggi di Bengkulu sebesar 4,79% dan 5,01%, sedangkan penurunan terdalam di Gorontalo masing-masing sebesar 2,64% dan 3,12%.
“Peningkatan tertinggi di Bengkulu 4,79%, didorong kenaikan harga komoditas kelapa sawit, tomat, kol atau kubis, dan kakao atau coklat biji. Sedangkan, 15 provinsi NTP nya turun terdalam di Gorontalo 2,64% disebabkan penurunan harga komditas seperti cabai rawit, jagung, sapi potong, dan gabah,” tegasnya.