
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Ekonomi – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa di tengah ketidakpastian global dan meningkatnya tensi perang tarif internasional, sektor industri pengolahan dan perdagangan besar tetap menjadi andalan dalam penyaluran kredit bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa hingga Februari 2025, porsi terbesar pembiayaan perbankan masih terserap pada sektor industri pengolahan sebesar 15,69% dan perdagangan besar sebesar 14,98%.
“Hingga posisi data Februari 2025, porsi penyaluran kredit perbankan masih didominasi oleh industri pengolahan (15,69%) dan perdagangan besar (14,98%),” kata Dian dikutip dari jawaban tertulisnya, Kamis (8/5/2025).
Jika dilihat dari NPLnya secara yoy, kedua industri tersebut berkembang dengan baik setahun belakangan (meskipun NPL industri pengolahan sedikit meningkat secara yoy).
“Ini menandakan kedua industri tersebut masih memiliki prospek yang baik untuk dibiayai oleh perbankan,” ujarnya.
Industri Non-Migas
Ke depannya, industri non-migas memiliki prospek yang baik apabila mampu dikembangkan dengan baik pula dengan pembiayaan dari perbankan.
Melihat peningkatan permintaan elektronik dan industri otomotif, Indonesia memiliki prospek pada pengembangan semikonduktor mulai dari pertambangan (silika, tembaga, bauksit, emas), pengolahan, pembuatan, hingga fabrikasi semi konduktor.
Nikel dan Hilirisasi Peluang Emas Indonesia di Tengah Tren Global EV
Komoditas nikel juga menjadi perhatian khusus, terutama karena perannya dalam pengembangan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Nikel, sebagai bahan utama baterai lithium, menjadi komoditas strategis yang kini tengah naik daun.
“Nikel sedang menjadi hot commodity terkait dengan berkembangnya Electronic Vehicle (EV), mengingat Nikel menjadi bahan utama baterai lithium EV dan Indonesia merupakan penghasil Nikel terbesar,” ujarnya.
Dian menambahkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar dalam rantai nilai hilirisasi nikel, mulai dari penambangan, pembangunan smelter, hingga produksi dan daur ulang baterai.
“Proses hilirisasi nikel dapat dimulai dari proses penambangan, pembangunan smelter, produksi dan perakitan baterai serta daur ulang baterai. Sehingga di setiap tahapannya, Indonesia memiliki peran dan peluang pengembangan,” ujarnya.
Perbankan Harus Cermat
Meski demikian, OJK tetap mengingatkan perbankan untuk lebih cermat dalam menganalisis kondisi makroekonomi global dan domestik. Hal ini penting untuk mengantisipasi potensi pelemahan industri komoditas yang bisa berdampak pada kualitas kredit dan stabilitas sektor keuangan nasional.
“OJK meminta bank untuk melakukan analisis terhadap macroeconomic environment di lingkungan global dan domestik untuk mengantisipasi penurunan kinerja di industri komoditas yang dapat berdampak pada kualitas kredit bank,” pungkasnya.